kubet – Mengenal Ajang Balap Super GT yang Ikonik di Asia

Super GT bukanlah nama baru bagi penggemar balap mobil turing.
Kejuaraan ini pertama kali digelar pada 1993 dengan nama Japan Grand Touring Championship (JGTC), menggantikan dua ajang yang lebih dulu eksis, yakni All-Japan Sports Prototype Championship dan Japanese Touring Car Championship.
Dikutip dari Supergt.net, Jumat (27/6/2025), JGTC sejak awal didesain sebagai balapan yang kompetitif tetapi tidak menguras kantong.

Untuk menjaga keseimbangan persaingan, Japan Automobile Federation (JAF) lewat GT Association membatasi spesifikasi mesin dan memberikan penalti bobot pada mobil yang menang.
Regulasi ini terbukti manjur, membuat setiap seri JGTC selalu sulit ditebak.
Musim perdana JGTC diikuti oleh berbagai mobil hasil modifikasi Grup A dan Japan Super Sport Sedan.

Format ini lalu berkembang, dan pada 1994, JGTC mulai memperlombakan dua kelas, GT1 dan GT2, dalam satu lintasan.
Nama-nama besar seperti Toyota Supra, Ferrari F40, hingga Porsche 962 mulai unjuk gigi.
Meski dari atas kertas performanya tak seimbang, tangan dingin GT Association mampu membuat pertarungan tetap sengit.

Tidak ada mobil yang benar-benar dominan—dan di sinilah letak daya tarik JGTC: siapa pun bisa menang.
Namun, biaya yang membengkak membuat kelas GT1 dan GT2 akhirnya dilebur menjadi GT500 dan GT300 mulai musim 1996.
Perubahan ini menjadi titik penting, karena dari sinilah JGTC makin dikenal, apalagi setelah mobil-mobilnya muncul di game legendaris Gran Turismo.
Masuknya mobil Eropa seperti McLaren F1 GTR, Porsche 911 GT2 (GT500), dan BMW M3 hingga Porsche 964 (GT300) menambah warna persaingan.
Meski begitu, dominasi tetap dipegang oleh pabrikan Jepang—Toyota, Nissan, dan Honda—terutama di kelas GT500.
Sejak Aston Martin DBR9 milik tim Nova tampil pada 2009, mobil Eropa nyaris tak lagi tampil di kelas ini.